Siapakah  sesungguhnya pecundang di muka bumi ini? Jangan-jangan Anda adalah  pecundang itu. Jangan-jangan mereka yang seringkali teriak maling adalah  maling itu sendiri. Jangan-jangan yang suka membuat isu perdamaian  justru yang membuat kekacauan. Jangan-jangan yang suka meneriaki teroris  justru biangnya teroris. Jangan-jangan mereka yang ingin jadi pahlawan  itu, justru para pecundang.
Mari kita renungkan bagaimana  perjudian marak? Kenapa dan bagaimana semua bisa terjadi? Hanya satu  jawabannya. “Memang demikianlah watak dunia, karena itu Anda jangan  merasa asing dengan remang-remang dunia, kerumitan dan kegelapan dunia,  sepanjang Anda masih ada di dunia.”
Para pecundang adalah mereka  yang menganggap dunia merupakan kehidupan abadi. Dunia adalah kehidupan  yang selama-lamanya bisa dihuni, karena itu mereka menumpuk harta,  mengoleksi wanita, menjadikan syahwatnya liar, dan mereka guyur jiwanya  dengan miras-miras yang bisa menambah kemabukan di tengah keremangan  duniawi ini.
Para pecundang sesungguhnya  berada di antara batas radar atau tidak, bahwa hidup ini terbatas, dan  setelah itu hanya kuburan. Hanya saja mereka tidak tahu, bahwa ajal yang  berakhir dengan kiamat bagi dunia ini, berakhir secara su'ul khotimah  (akhir yang gelap). Seandainya dunia ini pun penuh dengan kebajikan, dan  kegelapan tersingkir jauh-jauh dari dunia, jelas dunia pun kiamat,  karena dunia tidak akan mampu menahan kebajikan yang penuh. Sebaliknya  jika dunia ini penuh dengan kegelapan, tanpa peradaban dan cahaya, pasti  dunia juga kiamat.
Hanya saja garis hitam bagi  dunia adalah akhir dari kehidupan sang pecundang yaitu tergolek dalam  kegelapan. Ketika kegelapan memayungi atmosfir dunia secara total,  tibalah apa yang disebut dengan kiamat.
Maka, para pecundang mesti  bercermin lagi, bukan dengan membalik kaca cermin, atau bercermin di  mosaik yang retak-retak. Jangan bercermin pada cermin bening di tengah  malam gelap gulita! Tapi harus bercermin pada cermin yang benar, ada  cahaya, dan tidak ada lagi hambatan yang bisa menghadang antara pantulan  wajahnya dengan kenyataan hidupnya.
Teriakan ajal sang pecundang  selalu mengerikan, sia-sia, sangsi, dan sangat menjijikkan jika didengar  oleh hati yang hidup. Sebab hati para pecundang sudah mati, sudah  menjadi fosil yang yang membatu, dan hanya menjadi makian sepanjang  sejarah.
http://www.dikutip.com/2011/12/teriakan-ajal-dari-sang-pecundang.html 

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar